Kamis, Mei 27

1. A. PROSES TERJADINYA MASALAH KEPERAWATAN



18 April 2010 oleh mukhadiono

1. I. PENDAHULUAN

Menarik diri (withdrawal) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung ( isolasi diri ). Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain.

Pada klien dengan menarik diri diperlukan rangsangan/ stimulus yang adequat untuk memulihkan keadaan yang stabil. Stimulus yang positif dan terus menerus dapat dilakukan oleh perawat. Apabila stimulus tidak dilakukan / diberikan kepada klien tetap menarik diri yang akhirnya dapat mengalami halusinasi, kebersihan diri kurang dan kegiatan hidup se hari –hari kurang adequat.

1. II. TINJAUAN TEORI

1. A. PROSES TERJADINYA MASALAH KEPERAWATAN

Gangguan hubungan sosial adalah keadaan dimana individu kurang berpartisipasi dalam jumlah berlebihan atau hubungan sosial yang tidak efektif (Rawlins, 1993). Sedangkan definisi dari isolasi sosial adalah keadaan dimana individu/kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatannya dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.(Carpenito, 1998). Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa individu menarik diri mengalami gangguan dan kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang biasanya dialami klien dengan latar belakang lingkungan yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,kekecewaan dan kecemasan.

Menurut Stuart dan Sundeen (1995), faktor predisposisi dari gangguan hubungan sosial adalah : 1) faktor perkembangan dimana setiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan akan menyebabkan seseorang mempunyai masalah respon sosial yang maladaptif. Untuk faktor perkembangan, setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan baik. Bila tugas perkembangan ini tidak dapat dilalui dengan baik maka akan menghambat tahap perkembangan selanjutnya, 2) faktor genetik dimana salah satu faktor yang menunjang adalah adanya respon sosial yang maladaptif dari orang tua atau garis keturunan diatas, 3) faktor komunikasi dalam keluarga dimana masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontributor untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Masalah komunikasi tersebut antara lain sikap bermusuhan , selalu mengkritik, menyalahkan, kurang kehangatan, kurang memperhatikan anak, emosi yang tinggi. Komunikasi dalam keluarga amatlah penting dengan memberikan pujian,adanya tegur sapa dan komunikasi terbuka . Kurangnya stimulasi, kasih sayang dan perhatian dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang akan menghambat terbentuknya rasa percaya diri. 4)faktor sosio kultural yaitu norma yang tidak mendukung terhadap pendekatan orang lain atau norma yang salah yang dianut keluarga, seperti anggota keluarga yang gagal diasinglan dari lingkungan sosial.

Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain, akibatnya klien menjadi regresi, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam pengalaman dan pola tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitif antara lain pembicaraan yang austik dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan sehingga dapat berakibat lanjut terjadinya halusinasi dan gangguan komunikkasi verbal karena klien tidak mau berinteraksi secara verbal dengan orang lain. Halusinasi pada klien dapat menimbulkan resiko mencederai diri dan orang lain apabila halusinasinya menyuruh klien untuk melakukan kekerasan pada diri maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Klien dengan harga diri rendah akan membuat dirinya enggan berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Tidak adanya dukungan untuk berinteraksi membuat klien semakin menarik diri dari lingkungannya. Akibat menarik diri, klien akan mengalami halusinasi. Halusinasi pada akhirnya akan menguasai klien, pada tahapan lebih lanjut, sehingga memunculkan resiko kekerasan. Harga diri rendah juga akan menimbulkan koping mekanisme pada klien di mana ia mengkompensasikan perasaannya dengan waham kebesaran untuk mengatasi harga dirinya yang rendah. Waham akan mempengaruhi komunikasi klien dimana setiap berkomunikasi klien selalu terarah pada wahamnya sendiri sehingga terjadi gangguan komunikasi verbal.

Pada kasus tuan S awal kejadiannya disebabkan karena adanya ancaman dari teman-temannya bahwa klien tidak akan di ajak bergaul dengan teman group musiknya bila tidak mengikuti aturan main, padahal teman-temannya bermaksud bergurau, tapi klien merasa malu. Hal itu terjadi tahun 1995 ketika klien masih duduk di bangku STM kelas II dan klien dirawat di Rumah sakit selama 9 hari. Selanjutnya klien berobat jalan, namun sudah kurang lebih 1,5 tahun klien tidak pernah berobat. Kejadian yang menyebabkan klien MRS yang kedua ini berawal dari keinginan klien dan keluarga agar klien melamar pekerjaan di tempat kerja pamannya yang berada di Banjarmasin , tapi gagal. Akibat kegagalanya ini klien merasa kecewa karena klien berangan angan bila bekerja dapat membantu penghasilan keluarga. Sebagai anak tertua klien merasa harus dapat membantu orangtuanya. Selanjutnya klien merasa tidak berguna, lalu menarik diri dengan menyendiri dalam kamar sambil termenung, tidak mau merawat diri, tidak mau makan, kadang-kadang bicara sendiri atau ngomel-ngomel tanpa sebab jelas. Bila diajak bicara bicaranya ngelantur, tidsk terarah dan terkadang diam tidak mau menjawab, akhirnya terjadi gangguan komunikasi verbal. Dalam kehidupan sehari hari klien tidak mau bergaul dengan tetangga dan tidak pernah bercerita tentang masalah pribadinya.

Masalah klien yang biasa muncul pada klien menarik diri adalah koping individu tidak efektif, koping keluarga tidak efektif, harga diri rendah,isolasi sosial menarik diri, resiko tinggi halusinasi,kerusakan interaksi sosial, intoleransi aktivitas dan defisit perawatan diri ( Depkes 1995 ). Sedangkan masalah keperawatan yang terjadi pada Tn S adalah : Isolasi sosial menerik diri, harga diri rendah, resiko halusinasi, , koping keluarga tidak efektif : penatalaksanaan regimen teraupeutik in efektif, defisit perawatan diri.

1. B. TINDAKAN KEPERAWATAN

Dalam menyusun tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan di atas digunakan beberapa sumber antara lain : Carpenito (1998 ) , Stuart dan Sundeen (1995).

1. 1. ISOLASI SOSIAL: Menarik diri

Prinsip tindakan

Bina hubungan saling percaya

1. Interaksi sering dan singkat
2. Dengarkan dengan sikap empati
3. Beri umpan balik yang positif
4. Ciptakan suasana yang ramah dan bersahabat
5. Jujur dan menepati semua janji
6. Susun dan tulis daftar kegiatan harian bersama klien sesuai dengan jadwal ruangan, minat serta kemampuan klien
7. Bimbing klien untuk meningkatkan hubungan sosial secara bertahap mulai dari klien-perawat, klien dua orang perawat, klien-dua perawat-dan klien lain, klien dengan kelompok kecil, klien dengan kelompok besar
8. Bimbing klien untuk ikut ambil bagian dalam aktivitas kelompok seperti dalam terapi aktivitas kelompok : sosialisasi
9. Berikan pujian saatklien mampu berinteraksi dengan orang lain
10. Diskusikan dengan keluarga untuk mengaktifkan support system yang ada
11. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat anti depresan
12. 2. HARGA DIRI RENDAH

Prinsip Tindakan :

Perluas kesadaran klien

1. Bina hubungan saling percaya
2. Berikan pekerjaan pada klien pada tingkat kemampuan yang dimiliki
3. Maksimalkan peran serta klien dalam hubungan terapeutik
4. Dukung ekplorasi diri klien
5. Bantu klien untuk menerima perasaan danpikiran- pikirannya
6. Bantu mengklarifikasi konsep diri dan hubungan denganorang lain melalui keterbukaan
7. Berikan respon empati bukan simpati dan tekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada diri klien
8. Bantu klien merumuskan perencanaan yang realistik
9. Bantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah
10. Bantu mengkonseptualkan tujuan yang realistik.
11. 3. PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI ; Resiko halusinasi lihat dan dengar

Prinsip tindakan:

Tetapkan hubungan saling percaya dan lakukan dengan kontak sering dan singkat

1. Kaji gejala halusinasi
2. Fokus pada gejala dan minta klien untuk menjelaskan apa yang terjadi
3. Tidak mendukung atau menentang halusinasi
4. Bantu klien menjelaskan dan membandingkan halusinasi saat ini dan yang baru saja dialami
5. Dorong klien untuk mengobservasi dan menjelaskan pikiran, perasaan dan tindakan yang berhubungan dengan halusinasi ( saat ini maupun yang lalu )
6. Bantu klien menjelaskan kebutuhan yang mungkin direfleksikan dalam isi halusinasi
7. Hadirkan realitas
8. Gunakan bahasa yang jelas dan komunikasi secara langsung serta pertahankan kontak mata
9. Diskusikan penyebab, isi, waktu terjadi dan cara untuk memutus halusinasi
10. Berikan tugas dan aktivitas yang dapat dilakukan
11. Diskusikan manfaat dari taerapi medis dengan klien
12. 4. DEFISIT PERAWATAN DIRI

Prinsip Tindakan :

Ciptakan lingkungan yang tenang

1. Fasilitasi peralatan perawatan diri klien
2. Motivasi klien dalam melakukan perawatan diri
3. Dorong klien untuk mengungkapkan keuntungan dan manfaat dari perawatan diri
4. Beri reinforcemen positif atas tindakan klien yang mendukung ke arah perawatan diri.
5. 5. PENATALAKSANAAN REGIMEN TERAPEUTIK IN EFEKTIF

Prinsip tindakan :

Tingkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit dan terapi yang diperlukan

1. Libatkan keluarga dalam rencana perawatan klien
2. Optimalkan penggunaan sumber dan sistem pendukung

1. III. P E L A K S A N A A N

Asuhan keperawatan terhadap Tn S dilaksanakan dalam 10 kali pertemuan. Di bawah ini akan diuraikan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk setiap diagnosa, evaluasi serta tindak lanjutnya.

1. A. Diagnose keperawatan

Perubahan sensori persepsi : Resiko halusinasi lihat dan dengar berhubungan dengan menarik diri

1. 1. Tujuan Umum :

Klien dapat berinteraksi dengan orang lain di lingkungannya sehingga halusinasi lihat dan dengar tidakterjadi.

1. 2. Implementasi :

Pada pertemuan pertama , perawat membina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara : mengucapkan salam dan menyapa klien dengan ramah, memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan pertemuan, menunjukkan sikap tenang dan penuh perhatian dengan menemani klien dan membuat kontrak yang jelas. Melakukan interaksi sering dan singkat. Membicarakan dengan klien penyebab menarik diri. Mendiskusikan akibat menarik diri,mendiskusikan keuntungan dalam berinteraksi dengan orang lain. Memotivasi klien untuk bersosialisasi dengan perawatlain, klien lain secara bertahap. Memberikan pujian saat klien mau berinteraksi dengan perawat lain dan klien lain. Mendampingi klien saat memulai interaksidengan perawat lain atau klienlain, menyusun aktivitas sehari -–ari klien sesuai kemampuannya, kesanggupannya serta dengan perencanaan di ruangan.

1. 3. Evaluasi :

Pada pertemuan ke 3 hubungan saling percaya sudah dapat terbina dengan lebih baik. Tetapi klien masih belum bisa menyebutkan penyebab menarik dirinya. Klien juga belum mampu menyebutkan keuntungan berinteraksi denganorang lain. Pada pertemuan ke 4 sudah bisa bersosialisasi dengan perawat lain dan klien lain., tapi masih belum bisa menyebutkan penyebab tidak maubergaul dengan orang lain, Pada pertemuan ke 5 klien dapat menjelaskan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan klien sudah mau berinteraksi dengan klien lain,bahkan bergandengan tangan dengan klien lain.

1. 4. Tindak lanjut

Mempertahankan implementasi yang telah diberikan. Melakukan kerja sama dengan perawat ruangan untuk melatih aktifitas yang teratur dan mendiskusikan mengenai partisipasi keluarga dalam merawat klien.

Isolasi sosial : menarik diri berhubungandengan harga diri rendah

1.
1. Tujuan Umum :

Klien dapat meningkatkan harga dirinya, sehingga klien dapat berhubungan dengan orang lain.

1.
1. Implementasi :

Mempertahankan hubungan saling percaya antara perawat klien melalui cara : menyapa klien dengan ramah dan mengucapkan salam., menjelaskan tujuan pertemuan, menunjukkan sikap empati, membuat kontrak yang jelas untuk pertemuan selanjutnya . Menunjukkan sikap penuh perhatian dan penghargaan dengan menemani klien walaupun klien menolak untuk berinteraksi . Mendorongklien untuk menyebutkan aspek/ kemampuan positif yang dimiliki klien dan memberikan pujian terhadap kemampuan positif klien yang menonjol. Mendiskusikan dan memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaan, pikiran dan mendengarkan klien dengan perhatian

1.
1. Evaluasi

Pada pertemuan ke 5 klien mulai mau menyebutkan kemampuan yang dimilikinya dan klien mau menunjukkan kemampuannya di depan perawat yaitu klien dapat menyanyi dan pandai bermain gitar. Namun klien masih sulit untuk memulai pembicaraan. Pertemuan ke 6 klien lebih dapat berinteraksi dengan klien lain dan dapat tersenyum membalas sapaan perawat.

1.
1. Tindak lanjut :

Mempertahankan interaksi yang sudah dicapai klien dan merencanakan untuk diikutkan dalam terapi aktivitas kelompok.

Penatalaksanaan regimen teraupetik in efektif berhubungan dengan kopingkeluarga inefektif.

1. 1. Tujuan Umum :

Penatalaksanaan regimen teraupetik efektif

1. 2. Implementasi :

Mengajak keluarga untuk mengidentifikasi perilaku klien yang mal adaftif usaha memberi perawatan pada klien,memberi pujian atas tindakan keluarga yang adaptif, mendiskusikan dengan keluarga tindakan yang dapat dalakukan terhadap keluarga untuk menunjang kesembuhan klien ( memberikan aktivitas, memotivasi melakukan hobinya mengajak klien pada realitas ),mendiskusikan tentang pentingnya peran keluarga,menganjurkan bersikap hangat, menghargai dan tidak memarahi klien, serta memberi pujian terhadap perilaku klien yang adaptif , memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengambil keputusan tentang koping yang efektif dalam merawat klien, menanyakan kepada keluarga bagaimana persepsi dan penerimaan linkungan dengan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, mendiskusikan dengan keluarga cara penyampaian pada masyarakat tantang anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,menganjurkan keluarga untuk konsultasi ke fasilitas bila menemukan kesulitan, memotivasi klien dan keluarga untuk kontrol teratur

1. 3. Evaluasi

Pada pertemuan ke 6 sampai ke 10 terlihat keluarga mencoba menerapkan apa yang telah didiskusikan dengan perawat dan akan melaksanakannya ketika klien harus pulang.

1. 4. Tindak lanjut

Memberikan dorongan kepada keluarga dan merencanakan untuk kunjungan rumah

Defisit Perawatan diri berhubungan dengan kurang motivasi dalam perawtan diri

1. 1. Tujuan Umum :

Klien dapat meningkatkan motivasi tentang kebersihan diri, sehingga kebutuhan klien terjaga dan terpelihara.

1. 2. Implementasi :

Mempertahankan hubungan saling percaya yang telah terbina, dengan cara mengucapkan salam dan menunjukkan sikap ramah saat berinteraksi dengan klien. Menciptakan lingkungan yang tenang saat berinteraksi. Memberikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Memotivasi klien untuk mandi memakai sabun, menggosok gigi, mengganti pakaian setiap hari, memotivasi klien untuk memotong kuku seminggu sekali bila terlihat kotor dan panjang, mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah melakukan perawatan diri, memberikan pujian atas perilaku klien yang mendukung pada perawatan diri.

1. 3. Evaluasi :

Pada pertemuan 1 dan 2 klien belum bersedia untuk melakukan perawatan diri, klien selalu menunggu ayahnya untuk perawatan diri, klien terlihat kusam ,rambut acak-acakan, baju lusuh karena klien menolak untuk perawtan diri.Pertemuan ke 3 klien sudah bersedia ke kamar mandi di antar ayahnya, sudah bersedia mandi tetapi belum bersedia memakai baju yang rapi dan menyisir rambut. Pertemuan ke 3, 4 ,5

Klien sudah mandi sendiri tapi tidak bersedia memakai handuk sehingga baju terlihat basah. Sampai pertemuan terakhir klien bersedia mandi bila disuruh , bukan atas kemauan sendiri, tapi klien sudah bisa melakukan sendiri dengan pengawasan

1. 4. Tindak lanjut :

Mempertahankan pemberian motivasi kepada klien dalam melakukan perawatan diri, membuat jadual kegiatan klien sehari-hari. Meningkatkan kualitas ADL klien dengsn mendorong klien untuk melaksanakan semua ADL yang telah dibuat dan mengikut sertakan keluarga dalam memonitor ADL klien.

Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan sebuah komentar »
STRATEGI ASERTIF

17 April 2010 oleh mukhadiono

Setiap orang pasti pernah kesal. Lalu apa yang bisa yang anda lakukan bila rasa kesal itu datang pada saat anda sedang bekerja? Berikut ini ada 10 cara untuk mengatasinya.

1. Akuilah kalau anda kesal
Meluapkan amarah jika kita sedang merasa kesal sering dianjurkan oleh para ahli, hal ini untuk mencegah menumpuknya kekesalan.

2. Tidak semua kekesalan karena diri anda
Banyak orang kemudian menyalahkan diri sendiri sebagi penyebab masalah. Cobalah untuk berbicara dengan seorang rekan anda.

3. Tak perlu meratapi kesalahan yang telah terjadi
Setipa orang pasti pernah melakukan kesalahan dan itu adalah manusiawi. Begitu pun kalau kita bekerja suatu kali pasti melakukan kesalahan.

4. Kenali kebiasaan atasan
Ketahui momen yang baik dan buruk, dan pelajari kebiaasan atasan dengan teliti.

5. Bersikap cerdik ketika sedang kesal
Kesalahan dan amarah adalah motivator yang terbaik. Carilah perubahan positif dari amarah. Daripada menggerutu di belakang lebih baik sampaikan dengan terus terang secara langsung apa yang anda inginkan.

6. Tetap bersikap tenang
Kontrol diri ketika amarah datang dengan menarik napas dalam-dalam lalu menghitung dalam hati, kemudian minumlah.

7. Tentukan apakah maslah patut diatasi
Bila rasa kesal itu datang, tanyakan pada diri anda sendiri apakah maslah itu akan terulang lagi. Bila ya, maka persiapkan diri kita untuk mengatasainya, jika tidak, maka daimkan saja.

8. Curahkan isi hati
Jika merasa kesal curahkan isi hati anda pada seseorang atau diri sendiri. Pilihlah orang yang mempunyai akal dan kebijakan untuk anda curahkan isi hati anda.

9. Lampiaskan emosi pada gerak badan
Melakukan olahraga yang menguras tenaga adalah salah satu cara ampuh untuk meluapkan emosi.

10. Kalau perlu ambillah cuti
Jika semua cara yang anda coba tidak menghasilkan, maka ambillah cuti. Mungkin dengan melakukan hal itu anda dapat mencari solusi untuk rasa kesal anda.

Sumber: http://www.untukku.com/artikel-untukku/10-cara-atasi-rasa-kesal-di-kantor-untukku.html

Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan sebuah komentar »
MENGATASI RASA MALU

17 April 2010 oleh mukhadiono

Orang-orang dengan sifat pemalu secara naluri menyimpan kesadaran kalau diri mereka terlewatkan dari orang lain. Sifat pemalu biasanya membuat seseorang kehilangan kesempatan, kurang mendapat kesenangan dan terkucil dari hubungan sosial.

Sifat pemalu dapat membawa banyak kerugian. Tapi bagi Anda yang memiliki sifat ini, tak perlu berkecil hati, karena pada dasarnya ada banyak cara untuk mengusir jauh-jauh sifat yang merugikan ini. Sebenarnya, formula dari rasa malu terdiri dari ‘terlalu berpusat pada diri sendiri’ dicampur dengan rasa gugup. Dan ada paduan yang lebih tak menyangkan,saatrasa malu itu mempengaruhi fisik Anda dengan cara’membajak’ ketenangan logis.

Rasa malu adalah sebuah kombinasi dari kegugupan sosial dan pengkondisian sosial. Untuk mengatasi rasa malu ini yang Anda butuhkan adalah belajar bersikap rileks dalam pergaulan sosial. Dibutuhkan usaha untuk mengarahkan diri Anda jauh dari terlalu berpusat pada diri sendiri, serta memberi diri Anda ruang untuk mempraktekan kemampuan bercakap-cakap. Dalam kebanyakan kasus, emosi yang memuncak dalam bersosialisasi membuat orang menanggapi berbagai kejadian dengan rasa takut. Untuk memulai mengurangi rasa malu, bagi Anda yang pemalu, ada beberapa hal dibawah ini yang mungkin dapat Anda praktekan.

1. Pikirkan tentang cara Anda merasa dan bertindak di sekitar orang-orang yang telah Anda kenal, dimana Anda bisa merasa nyaman dan bersikap spontan. Alihkan perasaan itu saat Anda bertemu kenalan baru serta dalam situasi yang membuat rasa percaya diri Anda memudar.
2. Hindari terlalu memperhatikan diri Anda sendiri. Tentu saja, Anda boleh sedikit memikirkan tentang bagaimana Anda akan melewatkan perbicangan dengan orang banyak, tapi jika seluruh fokus Anda tercurah pada kata-kata Anda sendiri dan perasaan Anda, selanjutnya Anda akan mulai merasa gugup sendiri. Ingat-ingat apa yang dikenakan oleh orang lain dan buat catatan tersendiri, dengarkan apa yang mereka perbincangkan, bayangkan dimana mereka tinggal, buat sebuah garis besar atau ingat-ingat nama mereka. Hal ini bukan hanya memberi Anda bahan perbincangan, tapi juga mencairkan ketegangan dalam bersosialisasi dan membuat perasaan Anda lebih tenang.
3. Buat pertanyaan terbuka pada semua orang. Banyak orang yang lebih senang bicara tentang diri mereka sendiri, dan temukan sebuah topik yang membuat orang lain tertarik, apa yang membuat mereka tertarik akan membuat perbicangan berjalan menyenangkan bagi semua orang. Selalu ajukan pertanyaan yang memungkinkan jawaban lebih dari ya/tidak.
4. Berhentilah percaya pada imajinasi Anda. Mungkin Anda pernah membuat gambaran tentang sebuah liburan yang menyenangkan dan pada kenyataanya jauh berbeda dari yang Anda bayangkan’ Itu menunjukan beatapa tak dapat dipercayanya bayangan kita sendiri. Berhentilah memikirkan apa yang dipikirkan orang lain, pasalnya, apa yang Anda soal pikiran orang lain tentang Anda, belum tentu sama persis seperti bayangan Anda.
5. Berhentilah memikirkan ’segalanya atau bukan apa-apa.’ Pemikiran ‘pasti begini/pasti begitu’ tertuang saat Anda mengalami emosi. Orang-orang yang sedang depresi, marah dan gelisah melihat kenyataan dari hal-hal ini dengan perbedaan yang ektrim. Bagi orang yang sedang marah ‘Anda salah’ dan ‘mereka benar,’ orang yang marah akan melihat dirinya ‘gagal’, sedang yang lain ‘berhasil.’ Jadi berhentilah berpikir kalau Anda mungkin telah mengatakan hal yang salah, atau orang lain akan membenci Anda. Saat Anda merasa rileks dalam pergaulan sosial Anda akan mendapat sedikit peringatan dari diri Anda sendiri, karena dalam keadaan gugup, biasanya Anda akan mulai berpikir tentang segalanya atau bukan apa-apa.
6. Nikmati waktu Anda. Tak perlu mengatakan hal-hal tanpa berpikir terlebih dulu. Ajukan pertanyaan dan jika pertanyaan diajukan Anda dapat mempertimbangkan jawaban terlebih dahulu sebagai tanggapan Anda. Jangan asal menjawab tanpa berpikir. Jawaban yang diluncurkan dengan perlahan merupakan cara rileks untuk bersikap.
7. Akhirnya, gunakan latihan hipnotis. Hipnotis merupakan cara tercepat untuk mengubah tanggapan instink/emosi Anda dalam setiap situasi. Hanya pikirkan bahwa pikiran dan tubuh Anda dalam keadaan rilek sewaktu bertemu orang baru. Samakan keadaan ini sewaktu Anda bertemu dengan orang-orang baru. Sebenarnya, sewaktu Anda merasa santai seringkali Anda akan menemukan saat yang tepat untuk menerapkan hipnotis agarmerasa percaya diri berhadapan dengan orang-orang baru, dan tentu saja pada titik ini rasa malu akan tersingkir dengan sendirinya.

Bagi Anda yang memiliki masalah dengan rasa malu saat bertemu dengan kenalan baru, dapat Anda mencoba tujuh tips yang kami sampaikan di atas. Dan semoga setelah itu Anda akan lebih percaya diri saat bertemu orang-orang baru dalam pergaulan sosial.

Sumber: www.untukku.com

Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan sebuah komentar »
SKIZOFRENIA

23 Maret 2010 oleh mukhadiono

Editor: Mukhadiono, SST

Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang panca indera). Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Tujuh puluh lima (75) persen penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16 – 25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stressor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resisten terhadap upaya terapi semakin kuat. Seorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater atau psikolog. Gejala Indicator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tangential) atau berputar-putar (sirkumstansial). Gangguan atensi: Penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin. Gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi 2 kelas: 1. Gejala-gejala positif termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain. 2. Gejala negatif Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktifitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (allogia). Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan kejiwaan seperti autisme, sindrom asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan gangguan stress post traumatic. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater atau psikolog yang bersangkutan. Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian schizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan psikotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi panca indera yang tidak biasa, pikiran obsesi tak terkendali, pikiran yang samar-samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam pembicaraan yang aneh dan inkohern. Tidak semua orang yang memiliki indicator pre morbid pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk munculnya gejala skizofrenia misalnya stressor lingkungan dan faktor genetic. Sebaliknya mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stressor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen, atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis. Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam menyembuhkan skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis. Kesabaran dan perhatian yang tepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung serta memotivasi penderita untuk sembuh. Kisah John Nash, doctor ilmu matematika dan pemenang hadiah nobel 1994 yang mengilhami film a Beautiful Mind membuktikan bahwa penderita skizofrenia bisa sembuh dan tetap berprestasi.

Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan sebuah komentar »
DOWNLOAD

23 Maret 2010 oleh mukhadiono

klik untuk download materi KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA

Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan sebuah komentar »

23 Maret 2010 oleh mukhadiono

Seiring dengan perubahan jaman, peran perawat kesehatan jiwa mulai muncul pada tahun 1950-an. Weiss (1947) menggambarkan beda perawatan kesehatan jiwa dengan perawatan umum yaitu adanya terapi sikap. Perawat menggunakan sikap yang baik dalam menyembuhkan pasien.

Dalam mengimplementasikan terapi ini, perawat mendemonstrasikan penerimaan, pengertian tentang klien, meningkatkan interest dan partisipasi. Pada realitas, klien diperlakukan secara individual dan unik, jadi sikap perawat harus sesuai dengan masalah yang dihadapi pasien.






Perawatan kesehatan jiwa adalah proses berhubungan yang meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang akan menyokong integritas fungsi. Yang dimaksud klien meliputi individu, kelompok, keluarga, organisasi atau masyarakat.

Menurut American Nurses Association (ANA) divisi perawatan kesehatan jiwa, mendefinisikan perawatan kesehatan jiwa sebagai area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia dan diri sendiri secara terapeutik untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa klien dan meningkatkan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada.

Beberapa model konseptual perawatan kesehatan jiwa:

1. Model Psikoanalisa

Merupakan model yang pertama dikemukakan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisa meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa berhubungan dengan perkembangan pada masa anak.

Setiap fase perkembangan mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai. Gejala merupakan symbol dari konflik. Proses terapi psikoanalisa memakan waktu yang lama.

2. Model Interpersonal

Model ini dikembangkan oleh Harry Stack Sullivan. Sebagai tambahan Hildegard Peplau mengembangkan teori interpersonal perawatan. Pandangan interpersonal terhadap penyimpangan perilaku, teori interpersonal meyakini bahwa perilaku berkembang dari hubungan interpersonal.

Sullivan menekankan besarnya pengaruh perkembangan masa anak-anak terhadap kesehatan jiwa individu.

Kecemasan pertama yang sungguh-sungguh dialami sewaktu bayi pada saat merasakan kecemasan ibu. Selanjutnya kecemasan dihubungkan dengan penolakan/tidak direstui oleh orang-orang yang dekat/penting bagi individu. Jika anak hanya menerima stimulus penolakan atau kecemasan atau kritik, maka anak akan mengembangkan sistem diri yang negatif.

Menurut Sullivan: individu memandang orang lain sesuai dengan yang ada pada dirinya.

Ada 2 dorongan yang dimiliki pada individu:

a. Dorongan untuk kepuasan, berhubungan dengan kebutuhan dasar seperti: lapar, tidur, kesepian, nafsu.

b. Dorongan untuk keamanan, berhubungan dengan kebutuhan budaya seperti penyesuaian norma sosial, nilai suatu kelompok tertentu.

Proses terapi

Mengoreksi pengalaman interpersonal dengan mengalami hubungan yang sehat dengan terapis, klien akan belajar berhubungan interpersonal yang memuaskan dengan re-edukasi dan mengembangkan hubungan saling percaya.

3. Sosial Model

Model ini berfokus pada lingkungan sosial yang mempengaruhi individu dan pengalaman hidupnya. Pandangan sosial terhadap penyimpangan perilaku, kondisi sosial bertanggung jawab terhadap penyimpangan perilaku, perilaku yang dianggap normal pada suatu daerah tertentu mungkin sebagai penyimpangan pada daerah yang lain.

Individu yang sudah dilabel/dicap jika tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma lingkungan, maka perilaku tersebut memerlukan perawatan/dirawat.

Menurut Szazz, individu bertanggung jawab terhadap perilakunya. Individu tersebut harus mampu mengontrol untuk menyesuaikan perilakunya dengan yang diharapkan masyarakatnya.

Kaplan, meyakini bahwa situasi sosial dapat mencetuskan gangguan jiwa. Oleh karena itu, konsep pencegahan primer, sekunder dan tertier sangat penting. Situasi yang dapat menjadi pencetus:

a. Kemiskinan, situasi keuangan tidak stabil, pendidikan tidak adekuat.

b. Kurang mampu mengatasi stress.

c. Kurang support system.

Situasi tersebut di atas dapat diantisipasi dan dapat dicegah.

Proses terapi:

a. Prevensi primer

b. Kesehatan jiwa masyarakat

c. Crisis intervensi

3. Eksistensi Model

Teori ini berfokus pada pengalaman individu pada saat ini dan disini. Pandangan model eksistensi terhadap penyimpangan perilaku, penyimpangan perilaku terjadi jika individu putus hubungan dengan dirinya dan lingkungan. Keasingan akan dirinya dan lingkungan dapat terjadi karena hambatan ataularangan pada diri individu. Individu merasa putus asa, sedih, sepi, kurang kesadaran akan dirinya dan penerimaan diri yang mencegah partisipasi dan penghargaan pada hubungan dengan orang lain.

Klien sudah kehilangan atau tidak mungkin menemukan nilai-nilai yang memberi arti pada eksistensinya.

Proses terapi:

a. Rasional Emotif Therapy, konfrontasi digunakan untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Klien didorong untuk menerima dirinya, bagaimana adanya bukan karena apa yang akan dilakukan.

b. Terapi Logo, merupakan terapi orientasi masa depan (future orientated therapy). Individu meneliti arti dari kehidupan, karena tanpa arti berarti tidak eksis. Tujuan: agar individu sadar akan tanggung jawabnya.

5. Model Komunikasi

Komunikasi membedakan manusia dengan organisme lain. Semua perilaku mengkomunikasikan sesuatu. Mengerti arti perilaku tergantung dari kejelasan komunikasi antara pengiriman dan penerima.

Penyimpangan terjadi jika pesan yang disampaikan tidak jelas, penyimpangan komunikasi menyangkut verbal dan non verbal, posisi tubuh, kecepatan dan volume suara atau bicara. Proses terapi:

a. Memberi umpan balik dan klarifikasi masalah.

b. Memberi penguatan untuk komunikasi yang efektif.

c. Memberi alternatif koreksi untuk komunikasi yang tidak efektif.

d. Melakukan analisa proses interaksi.

6. Model Perilaku

Dikembangkan oleh H.J. Eysenck, J. Wilpe dan B.F. Skinner. Terapi modifikasi perilaku dikembangkan dari teori belajar (learning theory).

Belajar terjadi jika ada stimulus dan timbul respon, serta respon dikuatkan (reinforcement).

Respon dikuatkan dengan cara pengulangan terhadap sesuatu hal dan pemberi reinforcement.

Proses terapi:

a. desentisasi dan relaksasi

Desentisasi dan relaksasi sering dilakukan bersama-sama.

Klien dapat mengalami cemas dari yang ringan sampai yang berat, dan mempratekkan tehnik relaksasi

b. asertif training ; adalah belajat menggunakan kemampuan berdiri pada kekuatan dan hak sendiri tanpa menyinggung.

c. Positif training

Dipakai untuk mendorong perilaku sosial khususnya klien khronik yang dirawat, pengalaman yang menyenangkan akan mendorong pengalaman pada waktu yang akan datang.

d. Self regulasi, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

- 1 (satu) set standar ketrampilan

- Self observasi

- Self evaluasi

- Self reinforcement

3. Medikal Model

Berfokus pada diagnose penyakit, sehingga pengobatan didasarkan pada diagnose itu.

Medical model terus mengeksplorasi penyebab gangguan jiwa secara ilmiah.

Pandangan medical terhadap penyimpangan perilaku:

Banyak pendapat medical model bahwa penyimpangan perilaku merupakan manifestasi gangguan sistem syaraf pusat (SSP). Dicurigai bahwa depresi dan schizophrenia dipengaruhi oleh transmisi impuls neural, serta gangguan synaptic; yaitu masalah biokimia, faktor lingkungan dan sosial diperhitungkan sebagai faktor pencetus.

Proses terapi:

Hubungan klien dokter merupakan hubungan percaya dan mengikuti rencana pengobatan.

a. pengobatan meliputi jangka pendek dan jangka panjang

b. terapi supportif

c. insight oriented terapi yaitu belajar metoda mengatasi stressor.

Model Keperawatan

Pendekatan keperawatan berdasarkan :

a. teori sistem

b. teori perkembangan

c. teori interaksi

d. pendekatan holistic

pendekatan proses keperawatan

perbandingan model biomedik dengan keperawatan (Stuart & Sundeen, 1999, hal 55):

MEDIKAL KEPERAWATAN

Vulnerability/Mudah Terkena

Penyakit Resiko

Pandangan model keperawatan terhadap penyimapngan perilaku, asuhan keperawatan berfokus pada respon individu terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensial, dengan berfokus pada :

a. rentang sehat sakit

b. teori dasar keperawatan

c. tindakan keperawatan

d. dampak atau hasil tindakan

Perilaku manusia berada pada rentang adaptif – maladaptive, perilaku yang diobservasi merupakan hasil dari berbagai faktor.

Proses terapi menggunakan prosedur proses keperawatan

Pengkajian-diagnose-perencanaan-tindakan eveluasi

Teori keperawatan dengan teori modalitas.

Ditulis dalam Uncategorized | Tinggalkan sebuah komentar »
KONSEP PERAWATAN KESEHATAN JIWA

23 Maret 2010 oleh mukhadiono

oleh: Mukhadiono, SST

Seiring dengan perubahan jaman, peran perawat kesehatan jiwa mulai muncul pada tahun 1950-an. Weiss (1947) menggambarkan beda perawatan kesehatan jiwa dengan perawatan umum yaitu adanya terapi sikap. Perawat menggunakan sikap yang baik dalam menyembuhkan pasien.

Dalam mengimplementasikan terapi ini, perawat mendemonstrasikan penerimaan, pengertian tentang klien, meningkatkan interest dan partisipasi. Pada realitas, klien diperlakukan secara individual dan unik, jadi sikap perawat harus sesuai dengan masalah yang dihadapi pasien.

Perawatan kesehatan jiwa adalah proses berhubungan yang meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang akan menyokong integritas fungsi. Yang dimaksud klien meliputi individu, kelompok, keluarga, organisasi atau masyarakat.

Menurut American Nurses Association (ANA) divisi perawatan kesehatan jiwa, mendefinisikan perawatan kesehatan jiwa sebagai area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia dan diri sendiri secara terapeutik untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa klien dan meningkatkan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada.

Beberapa model konseptual perawatan kesehatan jiwa:

1. Model Psikoanalisa

Merupakan model yang pertama dikemukakan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisa meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa berhubungan dengan perkembangan pada masa anak.

Setiap fase perkembangan mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai. Gejala merupakan symbol dari konflik. Proses terapi psikoanalisa memakan waktu yang lama.

2. Model Interpersonal

Model ini dikembangkan oleh Harry Stack Sullivan. Sebagai tambahan Hildegard Peplau mengembangkan teori interpersonal perawatan. Pandangan interpersonal terhadap penyimpangan perilaku, teori interpersonal meyakini bahwa perilaku berkembang dari hubungan interpersonal.

Sullivan menekankan besarnya pengaruh perkembangan masa anak-anak terhadap kesehatan jiwa individu.

Kecemasan pertama yang sungguh-sungguh dialami sewaktu bayi pada saat merasakan kecemasan ibu. Selanjutnya kecemasan dihubungkan dengan penolakan/tidak direstui oleh orang-orang yang dekat/penting bagi individu. Jika anak hanya menerima stimulus penolakan atau kecemasan atau kritik, maka anak akan mengembangkan sistem diri yang negatif.

Menurut Sullivan: individu memandang orang lain sesuai dengan yang ada pada dirinya.

Ada 2 dorongan yang dimiliki pada individu:

a. Dorongan untuk kepuasan, berhubungan dengan kebutuhan dasar seperti: lapar, tidur, kesepian, nafsu.

b. Dorongan untuk keamanan, berhubungan dengan kebutuhan budaya seperti penyesuaian norma sosial, nilai suatu kelompok tertentu.

Proses terapi

Mengoreksi pengalaman interpersonal dengan mengalami hubungan yang sehat dengan terapis, klien akan belajar berhubungan interpersonal yang memuaskan dengan re-edukasi dan mengembangkan hubungan saling percaya.

3. Sosial Model

Model ini berfokus pada lingkungan sosial yang mempengaruhi individu dan pengalaman hidupnya. Pandangan sosial terhadap penyimpangan perilaku, kondisi sosial bertanggung jawab terhadap penyimpangan perilaku, perilaku yang dianggap normal pada suatu daerah tertentu mungkin sebagai penyimpangan pada daerah yang lain.

Individu yang sudah dilabel/dicap jika tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma lingkungan, maka perilaku tersebut memerlukan perawatan/dirawat.

Menurut Szazz, individu bertanggung jawab terhadap perilakunya. Individu tersebut harus mampu mengontrol untuk menyesuaikan perilakunya dengan yang diharapkan masyarakatnya.

Kaplan, meyakini bahwa situasi sosial dapat mencetuskan gangguan jiwa. Oleh karena itu, konsep pencegahan primer, sekunder dan tertier sangat penting. Situasi yang dapat menjadi pencetus:

a. Kemiskinan, situasi keuangan tidak stabil, pendidikan tidak adekuat.

b. Kurang mampu mengatasi stress.

c. Kurang support system.

Situasi tersebut di atas dapat diantisipasi dan dapat dicegah.

Proses terapi:

a. Prevensi primer

b. Kesehatan jiwa masyarakat

c. Crisis intervensi

3. Eksistensi Model

Teori ini berfokus pada pengalaman individu pada saat ini dan disini. Pandangan model eksistensi terhadap penyimpangan perilaku, penyimpangan perilaku terjadi jika individu putus hubungan dengan dirinya dan lingkungan. Keasingan akan dirinya dan lingkungan dapat terjadi karena hambatan ataularangan pada diri individu. Individu merasa putus asa, sedih, sepi, kurang kesadaran akan dirinya dan penerimaan diri yang mencegah partisipasi dan penghargaan pada hubungan dengan orang lain.

Klien sudah kehilangan atau tidak mungkin menemukan nilai-nilai yang memberi arti pada eksistensinya.

Proses terapi:

a. Rasional Emotif Therapy, konfrontasi digunakan untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Klien didorong untuk menerima dirinya, bagaimana adanya bukan karena apa yang akan dilakukan.

b. Terapi Logo, merupakan terapi orientasi masa depan (future orientated therapy). Individu meneliti arti dari kehidupan, karena tanpa arti berarti tidak eksis. Tujuan: agar individu sadar akan tanggung jawabnya.

5. Model Komunikasi

Komunikasi membedakan manusia dengan organisme lain. Semua perilaku mengkomunikasikan sesuatu. Mengerti arti perilaku tergantung dari kejelasan komunikasi antara pengiriman dan penerima.

Penyimpangan terjadi jika pesan yang disampaikan tidak jelas, penyimpangan komunikasi menyangkut verbal dan non verbal, posisi tubuh, kecepatan dan volume suara atau bicara. Proses terapi:

a. Memberi umpan balik dan klarifikasi masalah.

b. Memberi penguatan untuk komunikasi yang efektif.

c. Memberi alternatif koreksi untuk komunikasi yang tidak efektif.

d. Melakukan analisa proses interaksi.

6. Model Perilaku

Dikembangkan oleh H.J. Eysenck, J. Wilpe dan B.F. Skinner. Terapi modifikasi perilaku dikembangkan dari teori belajar (learning theory).

Belajar terjadi jika ada stimulus dan timbul respon, serta respon dikuatkan (reinforcement).

Respon dikuatkan dengan cara pengulangan terhadap sesuatu hal dan pemberi reinforcement.

Proses terapi:

a. desentisasi dan relaksasi

Desentisasi dan relaksasi sering dilakukan bersama-sama.

Klien dapat mengalami cemas dari yang ringan sampai yang berat, dan mempratekkan tehnik relaksasi

b. asertif training ; adalah belajat menggunakan kemampuan berdiri pada kekuatan dan hak sendiri tanpa menyinggung.

c. Positif training

Dipakai untuk mendorong perilaku sosial khususnya klien khronik yang dirawat, pengalaman yang menyenangkan akan mendorong pengalaman pada waktu yang akan datang.

d. Self regulasi, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

- 1 (satu) set standar ketrampilan

- Self observasi

- Self evaluasi

- Self reinforcement

7. Medikal Model

Berfokus pada diagnose penyakit, sehingga pengobatan didasarkan pada diagnose itu.

Medical model terus mengeksplorasi penyebab gangguan jiwa secara ilmiah.

Pandangan medical terhadap penyimpangan perilaku:

Banyak pendapat medical model bahwa penyimpangan perilaku merupakan manifestasi gangguan sistem syaraf pusat (SSP). Dicurigai bahwa depresi dan schizophrenia dipengaruhi oleh transmisi impuls neural, serta gangguan synaptic; yaitu masalah biokimia, faktor lingkungan dan sosial diperhitungkan sebagai faktor pencetus.

Proses terapi:

Hubungan klien dokter merupakan hubungan percaya dan mengikuti rencana pengobatan.

a. pengobatan meliputi jangka pendek dan jangka panjang

b. terapi supportif

c. insight oriented terapi yaitu belajar metoda mengatasi stressor.

8. Model Keperawatan

Pendekatan keperawatan berdasarkan :

a. teori sistem

b. teori perkembangan

c. teori interaksi

d. pendekatan holistic

pendekatan proses keperawatan

perbandingan model biomedik dengan keperawatan (Stuart & Sundeen, 1999, hal 55):

MEDIKAL KEPERAWATAN

Vulnerability/Mudah Terkena

Penyakit Resiko

Pandangan model keperawatan terhadap penyimapngan perilaku, asuhan keperawatan berfokus pada respon individu terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensial, dengan berfokus pada :

a. rentang sehat sakit

b. teori dasar keperawatan

c. tindakan keperawatan

d. dampak atau hasil tindakan
Penyebab


Masalah Kesehatan Respon Manusia


Pengobatan Asuhan Keperawatan





Perilaku manusia berada pada rentang adaptif – maladaptive, perilaku yang diobservasi merupakan hasil dari berbagai faktor.

Proses terapi menggunakan prosedur proses keperawatan

Pengkajian-diagnose-perencanaan-tindakan eveluasi

Teori keperawatan dengan teori modalitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar